6 March 2012

Diagnosa pada kasus spinal cord injury


Diagnosa pada kasus spinal cord injury ditegakkan berdasarkan anamnesa dan hasil pemeriksaan motorik, sensorik, serta otonom. 

1. Anamnesa. 
Pada kasus yang disebabkan karena trauma, seringkali ditemukan oleh karena jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, benturan pada tulang belakangnya, atau karena whiplash injury yang kesemuanya itu dapat mengakibatkan gangguan rasa raba dan gangguan gerak.

Jikalau karena tumor, penderita biasanya mengeluh rasa nyeri tulang yang sering disebut sebagai kram; terkadang ditemukan pasien mengalami hiperkalsemia; bila primernya dari kanker payudara sering timbul nyeri dan patah tulang (patah tulang patologis), primernya berasal dari paru-paru ditemukan pada penderita diatas umur 40 tahun dan usia rata-rata pasien 55 tahun, dan terdapat riwayat merokok; adanya hematuria (adanya darah dalam air kemih) merupakan tanda yang paling sering ditemukan; primernya dari kanker prostat ditegakan berdasarkan pemeriksaan kadar PSA (Prostat Spesific Antigen) dan atau prostat asid fosfatase.

pada pemeriksaan colok dubur teraba adanya benjolan, ditemukan metastase tulang baru akan tampak pada pemeriksaan radiodiagnostik apabila telah terjadi demineralisasi sebanyak 50 -- 70%, dilakukan pemeriksaan dengan strontium-85 ditemukan tanda-tanda metastasis, otopsi atau biopsi yang mengandung sel-sel anak sebar tumor ganas. Penderita akan mengeluh kelemahan gerak dan kehilangan sensasi pada anggota tubuhnya. 

Dan jika penyebabnya dikarenakan infeksi, ditemukan penurunan kadar Hb, peningkatan laju endap darah, tes rapid IgG anti TB yang positif, BTA (bakteri tahan asam) yang positif, spesimen sputum dan cairan lambung yang positif, pemeriksaan mantoux test yang positif, pemeriksaan radiologik berupa X-foto thorax, X-foto vertebra, biopsi tulang untuk memastikan terjadinya infeksi dan menyingkirkan neoplasma sebagai diagnosa banding. Gejala klinisnya pasien merasakan kelemahan gerak pada anggota tubuhnya serta penurunan sensasi.

Penyebab utama karena degeneratif, pasien sulit menentukan kapan penyakit mulai timbul, adanya riwayat kecelakaan, infeksi, dan yang diingat sebagai penyakit; penyakit yang sama dalam keluarga; ditemukan bilateral simetris, mula-mula hanya mengenai satu anggota gerak atau salah satu sisi tubuh, tetapi dalam proses selanjutnya menjadi simetris; pada cairan serebrospinalis kadang-kadang terdapat sedikit peningkatan protein, tetapi pada umumnya tidak menunjukan kelainan yang berarti; secara radiologis terdapat pengecilan volume disertai perluasan ruang cairan serebrospinalis; pemeriksaan neuroimaging dapat menunjukan kelainan tertentu sehingga dapat membantu menyingkirkan golongan penyakit tertentu.

Biasanya pada kasus central cord syndrome, sering kali ditemukan pada cedera hiperekstensi pada vertebra cervicalis, yang biasanya terjadi pada orang tua. Pasien mengalami kelemahan yang lebih parah pada anggota gerak atas dibanding dengan anggota gerak bawah, dan sering dijumpai kehilangan sensoris pada kedua anggota gerak yang bersifat pemanen. 

Brown sequard syndrome, biasanya ditemukan pada closed injury, a stab wound, atau karena hemisection terhadap spinal cord. Pasien biasanya mengeluh nyeri mula-mula di pungggung dan kemudan di sepanjang radix dorsalis. Rasa nyeri diperberat oleh gerakan, batuk, bersin atau mengejan, dan paling berat terjadi pada malam hari. Pada anterior cord syndrome, sering kali ditemukan pada kasus trauma, maupun non trauma. Pada kasus trauma biasanya berupa jatuh dari ketinggian dalam posisi duduk, atau terlentang, serta akibat kecelakaan lalu lintas. Sedangkan pada non trauma sering kali ditemukan pada kasus trombosis pada arteri spinal, neoplasma, atau adanya aneurisma pada aorta.

2. Tanda vital.
Tanda-tanda vital merupakan empat parameter tubuh yang meliputi tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan suhu tubuh. Bila terjadi pada lesi tinggi didapatkan tekanan darahnya meningkat, denyut nadinya meningkat, terkadang sesak, dan suhu tubuh meningkat. Pada lesi rendah ditemukan tekanan darahnya normal atau bahkan menurun, denyut nadinya menurun, pernapasannya normal. Tanda-tanda vital ini bagi fisioterapist hanya sebagai dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya.

3. Pemeriksaan reflek.
Pada pemeriksaan reflek, pada amyotropic lateral sclerosis tipe progressive muscular atrophy ditemukan adanya atrofi pada otot-otot kaki dan paha dengan reflek tendon negatif atau menurun. Tipe progressive bulbar palsy ditemukan jaw jerk yang posiif, sedangkan pada tipe primary lateral sclerosis ditemukan spatisitas dari otot-otot badan dan anggota gerak, tidak dijumpai adanya atrofi, reflek regang yang meningkat dan reflek plantar extensor bilateral. Untuk kasus tabes dorsalis terjadi penururnan reflek. Jika multiple sclerosis ditemukan spastik yang progresif, reflek regang meningkat dan hilangnya reflek superfisial, sedangkan untuk kasus postero sclerosis reflek tendon bisa menurun atau meningkat, reflek patologis positif, dan pada siringomieli terjadi lesi Upper Motor Neuron (UMN). Apabila cedera mengenai spinal cord, maka dapat terjadi peningkatan reflek fisiologi dan reflek patologinya positif, sedangkan pada kasus cauda equina syndrome dan conus medullaris syndrome, reflek fisiologinya menurun dan reflek patologinya negatif. 

4. Pemeriksaan sensorik.
Pada kasus central cord syndrome, sensorik yang berada pada bagian sacral masih baik dan sensorik pada level setinggi lesi lebih berat daripada di bawah lesi. Untuk kasus brown sequard syndrome terdapat gangguan sensorik pada bagian kontralateral di bawah lesi, pada kasus anterior cord syndrome terdapat gangguan sensorik nyeri dan suhu di bawah lesi, serta pada conus medullaris syndrome adanya gangguan sensasi menurun bahkan hilang. Pada frankel A, fungsi sensorik tidak ada di bawah lesi, pada frankel B,C,D,E terdapat sensorik di bawah lesi. Kasus tabes dorsalis, terjadi hilangnya sensasi proprioseptif dan terlambatnya reaksi nyeri. Pada kasus siringomieli hilangnya rasa nyeri dan suhu sesuai dermatom, sedangkan rasa raba masih berfungsi. Apabila terjadi spinal muscular atrophy tidak terdapat gangguan sensasi, sedangkan pada kasus amyotrophic lateral sclerosis, terdapat gangguan rangsangan sentuhan halus dan membedakan tekanan, adapun pada kasus yang disebabkan karena tumor dan infeksi, sering kali ditemukan gangguan rasa raba, nyeri, suhu sesuai level dermatom, serta propioseptiknya terganggu. 

5. Pemeriksaan motorik.
Pada kasus central cord syndrome, terdapat kelemahan yang lebih berat pada ekstremitas atas daripada ekstremitas bawah, dan jika ditemukan kasus brown- sequard syndrome, fungsi motorik berkurang pada bagian ipsilateral dan pada anterior cord syndrome menyebabkan kehilangan motorik pada kedua anggota gerak atas dan bawah, serta pada conus medullaris syndrome, ditemukan kelemahan pada anggota gerak bawah. 
Jika disebabkan karena tumor dan infeksi, terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada anggota geraknya sesuai level dermatom. 

Sedangkan untuk frankel A dan B, tidak didapatkan fungsi motorik dibawah lesi, pada frankel C terdapat kelemahan motorik dengan nilai kurang dari tiga, pada frankel D terdapat kelemahan motorik dengan nilai otot lebih dari tiga dan kurang dari lima, dan pada frankel E, motoriknya normal. Adapun pada kasus amyotrophic lateral sclerosis gejala awal terjadi kelemahan otot-otot ekstremitas bawah, sedangkan otot-otot ekstremitas atas masih baik, serta pada kasus multipel sklerosis, gejala motoriknya terdapat kelemahan pada otot-otot kecil.

No comments:

Post a Comment